Sisi Gelap Jakarta, Apa ini Benar?

By Minggu, Oktober 06, 2019 ,

Sisi Gelap Jakarta, Apa ini Benar?
Sisi Gelap Jakarta, Apa ini Benar?

Kemarin, iseng mencari artikel tentang sisi gelap hidup di Jakarta karena memang perlu sekali mengadakan riset untuk bertahan hidup di sini. Yang sebenarnya, tidak perlu terlalu overthinking, tapi perlu dikenali untuk bisa bersahabat tanpa adanya pegangan kuat, kan. 

Dan saya menemukan artikel menarik yang saya ambil dari Quora. Berikut saya lampirkan tanpa ada yang saya kurangi agar menjadi wacana untuk pembaca.

---

Apa Sisi Gelap Hidup di Jakarta?

Saya akan sharing (lagi) karena sepertinya cukup banyak yang saya ketahui tentang kota kelahiran saya yang megapolitan ini. Dan… sepertinya cukup banyak pula yang saya ketahui tentang sisi gelap hidup di Jakarta yang dirasakan sendiri oleh rekan saya.

Sebelumnya, saya mau bilang bahwa biaya hidup di Jakarta sebenarnya cukup dengan UMR. Tinggal di kost/kontrakan non AC 3x3 meter, mobilisasi menggunakan moda transportasi umum, & makan sehari-hari di warteg terdekat atau masak sendiri untuk versi iritnya. Tanpa personal wi-fi & TV berlangganan. Tanpa menggenggam cup Starbucks. Tanpa menghirup udara segar Plaza Indonesia.

Namun, untuk biaya hidup enak di Jakarta butuh lebih dari itu. Jauh sekali.

Sebut saja Gina. Mahasiswi Fakultas Hukum di salah satu Universitas Big 5 di Indonesia. Kuliahnya memang bukan di Jakarta, tapi ‘hidupnya’ di Jakarta. Gina sangat cantik. Darah Pakistan mengalir deras di dalam dirinya. Tubuhnya lean, putih, mulus dengan tinggi semampai. Modal yang mumpuni. Gina sebenarnya berasal dari sebuah kota kecil dengan kelas sosial menengah. Gina sendiri sudah mengendarai mobil pribadi sejak SMP. Jadi, terbayang ya status sosialnya di sana? Mapan.

Ketika Gina keluar dari kota itu untuk menimba ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Top di Indonesia, Gina mulai sadar bahwa ternyata biaya (gaya) hidup di Jakarta sangatlah mahal. Ayahnya mampu mem-provide gaya hidupnya di kota kecil itu, namun tidak dengan Jakarta.

Mari kita buat checklist hidup Gina di Jakarta:

  • Tempat Tinggal? Check.
  • Mobil? Check.
  • Duit? Check.
  • Tampang? Check.
  • Media sosial ber-followers banyak? Check.

Kalau kita lihat lagi, seharusnya sudah cukup untuk Gina hidup mudah & nyaman di Jakarta. Tapi setelah Gina perhatikan sekelilingnya, ternyata di Jakarta (dan di Instagram orang-orang Jakarta, tentunya) banyak sekali yang lebih mentereng dari dirinya. She’s a small fish in a big pond, now.

Gina yang tinggal di kos-kosan, mendadak ingin menghuni sebuah apartemen. Gina yang punya Honda CR-V keluaran saya jaman SMA, mendadak ingin berkendara dengan Lexus RX 300. Gina yang punya tabungan cukup untuk jajan, mendadak ingin menggesek sebuah credit card dengan limit banyak. Gina yang sudah cantik walau tanpa bedak, mendadak rajin bertamu ke klinik kecantikan ahli vermak wajah. Dan, Gina yang feeds Instagram-nya selama ini hanya berisi foto selfie, mendadak ingin feeds Instagram yang banyak foto liburan ala selebgram travel blogger.

Betul, Jakarta menawarkan segudang kemudahan bagi penduduknya — yang mampu. Sekaligus, Jakarta menawarkan cara mudah untuk mencapai kemudahan itu sendiri; bagi penduduknya — yang mau tapi belum mampu.

Gina menghabiskan hampir setiap malam untuk ‘bersosialisasi’ dan clubbing di tempat-tempat hits di Jakarta & tak lupa open table untuk teman-teman udiknya yang panjat sosial. Terakhir bertemu, tampilan Gina tak ubahnya sosialita kelas wahid. Saya taksir, dari ujung kepala sampai ujung kaki bernilai sekitar Rp500.000.000; mengingat ada iPhone XS, Chanel, Louis Vuitton, Bottega Veneta, & Rolex menempel manis pada dirinya. Gina kembali ke kediamannya di Menteng Bintaro bersama dengan Lexus RX 300 yang sangat maskulin dengan plat nomor kombinasi angka yang mengartikan namanya.

Ia sempat memberitahu bahwa ia menggunakan produk make up (mulai dari face primer sampai face setting spray) dari Chanel, Dior, Kat Von D, Urban Decay, Shu Uemura, Anastasia Beverly Hills, beserta jajarannya. Cukup mengejutkan, mengingat saat kami masih sama-sama sekolah, ia menganggap lipbalm L’Occitane yang saya beli itu keren.

Apa kabar Instagram miliknya? Foto selfie alay lenyap seketika berganti dengan foto-foto dirinya yang sedang plesiran di Gurun Sahara, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, Switzerland, Cappadocia, termasuk seluruh negara di Eropa, & Alaska di Kutub Utara

Menginap di sebuah kamar Presidential Suite salah satu Hotel Bintang 5 dengan fasilitas kolam renang di dalam kamar. Padahal, dulu paling jauh ke Malaysia. Itu pun hanya sekali selama hidupnya dulu. Dan sekarang ia berkeliling dunia secara nonstop selama 2 tahun terakhir ini. Catat ya, nonstop.

Semuanya ini tentu berbanding terbalik dengan kakaknya yang baru saja menikah secara sederhana di salah satu Aula Masjid di kampungnya.

Bayangkan.

Memang inilah sisi gelap Jakarta.

Di Jakarta, orang harus kelihatan ‘mahal’ untuk bisa dipandang, direspek, & dipindahkan ke kelas sosial atas. Setelah berada di sana, barulah orang tersebut akan dinomor satukan di public places atau bahkan di (lagi-lagi) lingkaran pertemanan orang itu sendiri.

Agar segera berada di kelas A, Gina bersedia menjadi pacar kepala suatu instansi (yang jika saya sebutkan namanya akan menggemparkan Indonesia) dan menjadi simpanan salah satu Pengusaha Batu Bara di Kalimantan. Bahkan diberikan sebuah jabatan prestisius: Komisaris. Lucunya, saat itu Gina belum lulus. Ia lebih tua dari saya tapi saya duluan yang memakai toga. Tapi ia duluan yang menjadi Komisaris di Perusahaan Tambang. How fun.

Langkah yang sungguh berani, Gina.

Ini aku tulis sebagai penghargaan dariku untukmu berupa true story yang aku bagikan kepada rekan-rekan terbaikku di Quora.

Moral of this story:

Jakarta itu tergantung cara kita menghadapinya; sadar siapa kita & mau jadi apa kita. Sisi gelap Jakarta dengan tangan terbuka selalu menerima siapa saja yang bersedia menukar harkat & martabat sebagai tiket masuknya. Semua yang Anda lihat di kehidupan nyata & di dalam social media, terkadang hanyalah sebuah persona yang sudah di-filter sampai sempurna. Kita tak pernah tahu, apa yang harus ditukar seseorang demi mendapatkan apa yang ada pada dirinya sekarang.

Harga diri ciptaan Tuhan yang paling luhur semestinya tidak senilai clutch cantik seri fall/winter dari Fendi, bukan?

Dijawab oleh Natalie, melalui Quora, tanggal 4 Februrari 2019. Akses dari : https://id.quora.com/Apa-sisi-gelap-hidup-di-Jakarta

You Might Also Like

0 Comments

Terimakasih atas kunjungan dan segala apresiasinya. Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar jika memang ada yang perlu didiskusikan ^ ^

Jika memerlukan informasi urgent, boleh sapa saya di email karena saya cukup aktif pula di sana :).

Disclaimer

Blog ini tidak merepresentasikan instansi tempat dimana penulis mengabdi, karena mayoritas konten adalah hasil kolaborasi dengan manusia-manusia baik hati :). Penulis tidak bertanggungjawab jika terdapat tulisan mengatasnamakan penulis (alias copas) di luar blog ini dan ini.
Blogger Perempuan