Tentang Perempuan : Berbicara tentang Sexy Dancer
Tentang Perempuan : Berbicara tentang Sexy Dancer |
Semalam, 9 Februari 2019, saya mengajak Mas hadir di salah satu acara dekat tempat tinggal kami. Sebenarnya, saya tertarik menghadiri acara tersebut, selain agar Mas bisa reunian sama temennya, juga karena ada penampilan 'sexy dancer'.
Kenapa jadi tertarik? Nah ini.
Saya sendiri sebenarnya hanya ingin tahu bagaimana sebuah acara dengan konsep seperti itu berlangsung. Hanya sekedar ingin tahu bagaimana yang dinamakan sexy dalam mindset masyarakat. Jadi, saya ingin membahas beberapa point.
1. Ekspektasi vs Realita
Dalam perkiraan saya, perempuan dalam konsep sexy secara fisik, macam Yulia Baltschun dan tipe pecinta olahraga gymnastic lainnya. Dengan beberapa bagian yang memang terbentuk karena memang dibentuk dengan latihan keras dan lama.
Secara realita, nyatanya yang dinamakan konsep sexy ini bukanlah secara fisik belaka. Namun, lebih ke bagaimana cara berpakaian. Anggaplah, dengan penampilan perempuan Asia pada umumnya yang tidak melakukan latihan beban, namun berpakaian sedikit terbuka, mungkin saja ini bisa masuk dalam kategori sexy ini.
Atau dalam artian, tidak terbuka tapi mau bergoyang dan membuka (maaf) sedikit bajunya ke atas, maka ini bisa masuk pula dalam stigma yang saya tangkap sementara ini. Dari segi tarian pun, sebenarnya, dibilang erotis pun tidak. Masih dalam taraf wajar saja, bergoyang selayaknya cover dance yang tidak terlalu menonjolkan salah satu bagian badan.
2. Bekerja vs Pilihan Hidup
Point ini agak berat, ya, kalau saya bahas dalam posisi saya mah apa. Jadi, di sini saya berusaha untuk tidak melakukan judge seperti apa seharusnya mereka. Saya bilang mereka 'salah' juga bukan dalam kapasitas saya, ya. Karena apa?
Bisa jadi, mereka melakukan itu karena faktor kebutuhan hidup dan mencari pekerjaan memang tidaklah mudah. Mungkin, sementara ini pekerjaan itu yang bisa dilakukan, sedangkan hidup memang harus dibiayai. Tapi, juga tidak menutup kemungkinan, sebenarnya itu adalah pilihan hidup, sedangkan ada pekerjaan lain yang sebenarnya bisa dilakukan. Tapi, kembali, apakah pekerjaan ini mencukup kebutuhan (atau keinginan)? Wallahu alam.
3. Perempuan sebagai Objek (Apa?)
Pada akhirnya, saja jadi menyoroti point ini. Dalam skala acara tersebut memang dihadiri oleh (sebagian besar) pria, panitia memang menyediakan sexy dancer ini sebagai tampilan utama. Terdengar sayup-sayup candaan antar para lelaki, yang menurut saya semacam sexual harrasment, tapi yaudahlah ya.
Banyak pula yang merekam penampilan mereka, entah sebagai candaan, pengisi feed sosial media, atau memang hanya ingin menyimpan. Saya sempat melihat dari para pria ini berkeringat cukup banyak, dalam keadaan tidak terlalu gerah, karena acara ini berada di lapangan yang sangat luas. Jadi, mereka berkeringat karena apa?
-------
Nah, saya mencoba netral dan tidak menyalahkan apa yang mereka lakukan. Karena saya tidak mengetahui latar belakang keluarga, lingkungan, ataupun mengapa mereka menjadi seorang sexy dancer. Pilihan mereka, mari dihargai bersama, dengan segala konsekuensi yang saya rasa sudah disanggupi oleh yang bersangkutan.
Manusia memang tidak bisa dilahirkan terlahir di lingkungan ataupun orang tua semacam apa, tapi manusia bisa memilih menjadi manusia macam apa. InshaAllah :) . Cuma di akhir pesan, "Semoga yang bersangkutan tidak masuk angin" saja~
Salam,
Dari kami
0 Comments
Terimakasih atas kunjungan dan segala apresiasinya. Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar jika memang ada yang perlu didiskusikan ^ ^
Jika memerlukan informasi urgent, boleh sapa saya di email karena saya cukup aktif pula di sana :).