Raditya Duka [Part 2]
By nenghepi Rabu, Maret 16, 2011 Antologi Cerpen
Ternyata uangku cukup!! Alhamdulillah, aku harus segera ambil uang untuk beli kado Bang Radit. Semoga dia seneng dengan kadoku.
Raditya Duka [Part 2]
Capcus, aku udah mengantongi uang sebesar Rp 200.000,00 yang baru aku ambil dari tabunganku. Bukan Ingin sombong, tapi ini untuk jaga-jaga ketika aku melihat barang bagus untuk diriku sendiri. Hehe. Itung-itung beliin hadiah temen, bisa dapet barang buat pribadi. Two in One, deh. Peda motor udah dipanasin dan aku siap berangkat!
Sebenernya, aku dan Radit dipertemukan mulai SMP, tapi aku dulu tidak terlalu mengenalnya. Dia terkenal sebagai ketua genk di SMP-ku dulu dan aku yang kuper takut banget berurusan sama yang namanya gangster. Konon, menurut kabar yang aku dengar, Radit dibesarkan di keluarga Tante-nya. Orang tuanya adalah pekerja sibuk yang jarang pulang. Ya, pekerja sibuk. Kedua orang tuanya bekerja di Korea sebagai buruh sebuah perusahaan sejak Radit duduk dibangku SD. Itu pula yang membuat prestasi Radit yang semula selalu duduk di peringkat atas langsung melorot drastis dan sejak itu pula sikapnya mulai berubah. Dia seakan haus perhatian orang tua dan keluarga. Mungkin itu yang bikin dia selalu ingin mengekspresikan segalanya di sekolah dengan menjadi ketua salah satu gang dan menjadi playboy cap kakap. Yeah, dia berhasil!
Ketika masuk di kelas X SMA, aku bertemu dengan Saleh dan Joko. Mereka kebetulan duduk di depan bangkuku. Sedangkan aku duduk sendirian. Saat itu, kami belum saling kenal dan hanya terdiam kikuk untuk menyapa. Bel di SMA rasanya berbunyi lebih cepat dari biasanya dan seseorang langsung dengan santainya duduk di sampingku. Tidak kusangka! Ternyata dia adalah Raditya Anandika. Kakak kelasku di SMP yang aku takutkan itu. Kenapa dia di sini? Kenapa dia menjadi teman seangkatan denganku?
Tidak ada waktu untukku bertanya dan menerka-nerka tentang Radit karena guru langsung datang tepat setelah bel berbunyi. Jelas saja, yang dilakukan pertama kali hanya perkenalan dan sebagainya dan diakhiri dengan kepulangan yang sangat cepat. Keberuntunganku! Haha….
Aku bermaksud untuk mengemasi barangku dan beranjak pulang. Tapi, langkahku terhenti karena Radit, yang tidak kukenal saat itu, tidak mau segera berdiri. Wajahku langsung pucat dengan tingkahnya yang aku rasa sedikit mengganggu kepolosan dan keluguanku.
Radit : “Kamu anak mana?”
Aku : “Eh? Anak mana ya? Anak kemaren sore, gitu?”
Radit : “Tidak usah sok lugu. Saya tau kamu adek kelas saya dulu.”
Aku : “Eh? Iya, Mas. Ada apa, ya?”
Radit : “Saya minta kamu jangan bilang ke siapapun tentang masa SMP-saya yang suram. Saya ingin menjadi pribadi baru. Bisa?”
Aku : “….”
Radit : “Bisa?”
Aku : “I… Iya, Mas.”
Radit : “Oke. Heh! Kalian berdua” (nunjuk Saleh dan Joko) “Kenape masih di sini aje? Nguping?”
Joko : “Eh, ndak, lah, Om.”
Saleh : “Suuttt… Maaf, Om, eh, maksud kami Mas. Kami kagak ember kayak para cewek, kok.”
Radit : “Oke. Saya mendaftar jadi teman kalian. Tolong bantu saya untuk berubah. Gimana?”
A-J-S : “???”
Radit : “Saya serius.”
A-J-S : “Sip. Kami mau!”
Saleh : “Sekarang, kita adalah RSJJ!!!”
Radit : “Maksudnya?”
Saleh : “Raditya, Saleh, Joko, dan Junet! One for all, all for one.”
Joko : “Ho’eh, Lek aku setuju wae, wes.”
Dari situlah persahabatan kami dimulai. Memang awal yang tidak terlalu special. Tapi, Raditya yang aku kenal sekarang memang berubah 180 derajat dari pertama aku tahu dia di SMP. Bahkan, bisa dibilang, dia lahir kembali dengan kepribadian yang jauh berbeda.
Belanjaanku untuk Radit udah dibungkus rapi dan telah aku persiapkan matang-matang. Rencanaku udah siap untuk bikin ulang tahun ke-17 Radit benar-benar menjadi ulang tahun yang gag bakal dilupain seumur hidupnya. Hehe....
Sebenernya, aku dan Radit dipertemukan mulai SMP, tapi aku dulu tidak terlalu mengenalnya. Dia terkenal sebagai ketua genk di SMP-ku dulu dan aku yang kuper takut banget berurusan sama yang namanya gangster. Konon, menurut kabar yang aku dengar, Radit dibesarkan di keluarga Tante-nya. Orang tuanya adalah pekerja sibuk yang jarang pulang. Ya, pekerja sibuk. Kedua orang tuanya bekerja di Korea sebagai buruh sebuah perusahaan sejak Radit duduk dibangku SD. Itu pula yang membuat prestasi Radit yang semula selalu duduk di peringkat atas langsung melorot drastis dan sejak itu pula sikapnya mulai berubah. Dia seakan haus perhatian orang tua dan keluarga. Mungkin itu yang bikin dia selalu ingin mengekspresikan segalanya di sekolah dengan menjadi ketua salah satu gang dan menjadi playboy cap kakap. Yeah, dia berhasil!
Ketika masuk di kelas X SMA, aku bertemu dengan Saleh dan Joko. Mereka kebetulan duduk di depan bangkuku. Sedangkan aku duduk sendirian. Saat itu, kami belum saling kenal dan hanya terdiam kikuk untuk menyapa. Bel di SMA rasanya berbunyi lebih cepat dari biasanya dan seseorang langsung dengan santainya duduk di sampingku. Tidak kusangka! Ternyata dia adalah Raditya Anandika. Kakak kelasku di SMP yang aku takutkan itu. Kenapa dia di sini? Kenapa dia menjadi teman seangkatan denganku?
Tidak ada waktu untukku bertanya dan menerka-nerka tentang Radit karena guru langsung datang tepat setelah bel berbunyi. Jelas saja, yang dilakukan pertama kali hanya perkenalan dan sebagainya dan diakhiri dengan kepulangan yang sangat cepat. Keberuntunganku! Haha….
Aku bermaksud untuk mengemasi barangku dan beranjak pulang. Tapi, langkahku terhenti karena Radit, yang tidak kukenal saat itu, tidak mau segera berdiri. Wajahku langsung pucat dengan tingkahnya yang aku rasa sedikit mengganggu kepolosan dan keluguanku.
Radit : “Kamu anak mana?”
Aku : “Eh? Anak mana ya? Anak kemaren sore, gitu?”
Radit : “Tidak usah sok lugu. Saya tau kamu adek kelas saya dulu.”
Aku : “Eh? Iya, Mas. Ada apa, ya?”
Radit : “Saya minta kamu jangan bilang ke siapapun tentang masa SMP-saya yang suram. Saya ingin menjadi pribadi baru. Bisa?”
Aku : “….”
Radit : “Bisa?”
Aku : “I… Iya, Mas.”
Radit : “Oke. Heh! Kalian berdua” (nunjuk Saleh dan Joko) “Kenape masih di sini aje? Nguping?”
Joko : “Eh, ndak, lah, Om.”
Saleh : “Suuttt… Maaf, Om, eh, maksud kami Mas. Kami kagak ember kayak para cewek, kok.”
Radit : “Oke. Saya mendaftar jadi teman kalian. Tolong bantu saya untuk berubah. Gimana?”
A-J-S : “???”
Radit : “Saya serius.”
A-J-S : “Sip. Kami mau!”
Saleh : “Sekarang, kita adalah RSJJ!!!”
Radit : “Maksudnya?”
Saleh : “Raditya, Saleh, Joko, dan Junet! One for all, all for one.”
Joko : “Ho’eh, Lek aku setuju wae, wes.”
Dari situlah persahabatan kami dimulai. Memang awal yang tidak terlalu special. Tapi, Raditya yang aku kenal sekarang memang berubah 180 derajat dari pertama aku tahu dia di SMP. Bahkan, bisa dibilang, dia lahir kembali dengan kepribadian yang jauh berbeda.
Belanjaanku untuk Radit udah dibungkus rapi dan telah aku persiapkan matang-matang. Rencanaku udah siap untuk bikin ulang tahun ke-17 Radit benar-benar menjadi ulang tahun yang gag bakal dilupain seumur hidupnya. Hehe....
***
3 Comments
wah,nice history..salam buat radit.salam kenal.kalau ada waktu,maen2 keblog ane ya
BalasHapus@I-Noe:
BalasHapusHihi... Ia, aq salamin ke Radit, de..
Hehe..
Okkeh.. Okkeh... Ntar aq terbang k blog kamu, y..
Thx kunjungannya ^^
@Mas Hermanto,,
BalasHapusWah.. Ini nge-ce apa muji, to??
Hahaha..
Ia, Mas.. Thx, ya^^
Terimakasih atas kunjungan dan segala apresiasinya. Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar jika memang ada yang perlu didiskusikan ^ ^
Jika memerlukan informasi urgent, boleh sapa saya di email karena saya cukup aktif pula di sana :).